Lintas kisah – Tahun 2024 membawa tantangan serius bagi sektor perbankan Indonesia dengan lonjakan jumlah bank bangkrut. Hingga Juni 2024, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat bahwa sebanyak 12 bank telah bangkrut dan izin usahanya dicabut. Untuk mengatasi masalah ini, OJK telah mengambil langkah-langkah proaktif, termasuk penyusunan pedoman resiliensi digital dan pengaturan AI.
Dalam upaya untuk meningkatkan ketahanan sektor perbankan dari serangan siber dan meningkatkan daya saing produk, OJK telah menyiapkan pedoman resiliensi digital. Menurut Zulkifli Salim, Deputi Direktur Direktorat Pengembangan Perbankan OJK, pedoman ini tidak hanya fokus pada aspek keamanan siber tetapi juga pada daya saing produk perbankan.
“Baca juga: OJK Membahas Tren Paylater dan Mitigasi Risiko Bank”
“Saat ini Departemen Pengaturan dan Perkembangan Perbankan sedang menyusun pedoman resiliensi digital yang diharapkan dapat selesai dalam waktu dekat. Teknologi ini tidak hanya membahas resiliensi dari serangan siber, tetapi juga aspek daya saing produk,” ungkap Zulkifli dalam Digital Bank Summit di Jakarta.
Menurut Zulkifli, banyak kasus kebangkrutan bank tidak hanya disebabkan oleh serangan siber. Tetapi juga oleh kurangnya daya saing produk. Seperti yang terjadi pada MoBank di Inggris yang merupakan bagian dari Royal Bank of Scotland.
Selain pedoman resiliensi digital, OJK juga sedang mengembangkan pedoman untuk tata kelola penggunaan teknologi kecerdasan buatan (AI) dalam perbankan. Zulkifli menggarisbawahi pentingnya aspek keadilan dalam penerapan AI. Mengacu pada beberapa kasus di luar negeri di mana penggunaan AI tidak dilakukan dengan adil.
“Simak juga: Mata Uang Lokal Indonesia Menuju Kemandirian Ekonomi”
“Program kami juga tahun ini sedang menyusun pedoman AI untuk perbankan di Indonesia. Beberapa kasus di luar negeri menunjukkan penggunaan AI yang tidak adil. Oleh karena itu, kami ingin memastikan bahwa penggunaan AI di perbankan Indonesia mengikuti prinsip-prinsip fairness, accountability, dan transparency yang sudah diterapkan di Singapura,” jelasnya.
Zulkifli menambahkan bahwa OJK sangat berhati-hati agar penggunaan AI tidak menimbulkan masalah baru yang berpotensi melanggar prinsip-prinsip kemanusiaan. Contohnya, kasus di Amerika Serikat di mana AI secara tidak adil mempengaruhi akses ke layanan keuangan untuk kelompok-kelompok tertentu.
Langkah-langkah proaktif OJK dalam menyusun pedoman resiliensi digital dan tata kelola AI menunjukkan komitmen mereka untuk menjaga kestabilan sektor perbankan Indonesia. Dengan mengantisipasi risiko dan memastikan penggunaan teknologi yang adil dan aman. DIharapkan sektor perbankan dapat terus berkembang secara berkelanjutan untuk mendukung pertumbuhan ekonomi nasional.