lintaskisah.net – Beras premium produksi dalam negeri tidak akan dikenakan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sebesar 12%. Kepala Badan Pangan Nasional (Bapanas), Arief Prasetyo Adi, memastikan bahwa kebijakan tersebut hanya berlaku untuk beras impor khusus, seperti yang digunakan di sektor perhotelan dan restoran.
Arief menjelaskan bahwa langkah ini diambil untuk mendukung masyarakat menengah ke bawah dan mendorong peningkatan produksi beras lokal. “PPN 12% hanya dikenakan pada jenis beras impor tertentu, seperti yang digunakan di sektor hotel dan restoran. Presiden Prabowo jelas berpihak pada kepentingan masyarakat luas, terutama mereka yang berasal dari kalangan menengah ke bawah,” ujar Arief dalam keterangannya.
Pemerintah saat ini juga sedang fokus menggalakkan produksi beras dalam negeri untuk memastikan ketersediaan pangan tetap terjaga. Kebijakan pembebasan PPN ini menjadi salah satu upaya nyata untuk memberikan dukungan kepada petani lokal sekaligus menjaga stabilitas harga beras di pasar domestik.
Dengan kebijakan ini, masyarakat yang mengonsumsi beras premium lokal tidak perlu khawatir dengan kenaikan harga akibat penerapan PPN. Di sisi lain, pengenaan PPN pada beras impor khusus diharapkan dapat mengatur distribusi dan penggunaan beras impor, sekaligus memberikan keuntungan lebih besar bagi industri pertanian dalam negeri.
”Baca Juga: Mitsubishi Segera Produksi Mobil Hybrid di Cikarang, Ini Alasannya“
Kepala Badan Pangan Nasional (Bapanas), Arief Prasetyo Adi, menjelaskan bahwa pengenaan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) 12% pada beras premium lebih ditujukan untuk beras khusus impor yang tidak dapat diproduksi di dalam negeri.
“Beras premium yang disebut dalam paparan Kementerian Keuangan sebelumnya, maksudnya adalah beras khusus yang tidak bisa dihasilkan di Indonesia. Namun, beras aromatik produksi lokal juga tidak dikenakan PPN untuk menjaga margin yang baik bagi petani lokal,” ungkap Arief seperti dilansir dari Antara.
Kualifikasi beras diatur dalam Peraturan Badan Pangan Nasional (Perbadan) Nomor 2 Tahun 2023. Peraturan ini membedakan beras umum, yang terdiri dari beras premium dan medium, berdasarkan derajat sosoh dan tingkat butir patah. Kebijakan ini bertujuan memberikan kejelasan terkait jenis beras yang terkena PPN dan yang dibebaskan.
Bapanas telah mengusulkan kepada Kementerian Keuangan agar pengenaan PPN 12% hanya berlaku untuk beras khusus tertentu yang tidak dapat diproduksi di dalam negeri. Usulan tersebut mengacu pada Pasal 3 Ayat 5 dalam Bab I Perbadan 2 Tahun 2023.
Arief menambahkan bahwa langkah ini dirancang untuk melindungi industri pertanian lokal sekaligus mendukung petani dalam menjaga keuntungan yang stabil. “Kami ingin memastikan beras lokal tetap kompetitif dan petani mendapatkan manfaat lebih dari hasil produksinya,” ujar Arief.
”Baca Juga: Honda Siapkan Pabrik Fuel Cell, Mulai Beroperasi 2028“
Arief Prasetyo Adi, menegaskan bahwa beras premium tidak dikenakan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) 12% karena dianggap sebagai kebutuhan pokok yang merata di semua lini pasar. Pemerintah memutuskan untuk tidak mengategorikannya sebagai barang mewah.
“Beras premium banyak diminati masyarakat luas. Sebarannya pun merata di berbagai pasar, sehingga tidak termasuk barang mewah dan tidak dikenakan PPN 12%,” ujar Arief.
Sebagai bentuk perhatian pemerintah terhadap masyarakat berpenghasilan rendah. Perum Bulog akan kembali menyalurkan bantuan pangan berupa beras pada Januari dan Februari 2025. Bantuan ini menjadi bagian dari paket stimulus ekonomi yang bertujuan menyeimbangkan kebijakan PPN 12%, khususnya di sektor pangan.
“Beras dari Bulog ini medium, tetapi kualitasnya premium. Ini menunjukkan perhatian pemerintah terhadap masyarakat yang membutuhkan,” lanjut Arief.
Dalam program ini, sebanyak 160 ribu ton beras akan didistribusikan setiap bulan kepada 16 juta Penerima Bantuan Pangan (PBP). Penugasan distribusi beras ini dilakukan oleh Perum Bulog di bawah arahan Bapanas untuk memastikan bantuan sampai tepat sasaran.
Bantuan pangan ini diharapkan tidak hanya membantu masyarakat memenuhi kebutuhan pokok mereka, tetapi juga menjaga stabilitas harga beras di pasar. Pemerintah terus berupaya memastikan ketersediaan pangan dan memberikan dukungan langsung kepada masyarakat kurang mampu. Terutama menjelang penerapan kebijakan PPN baru di tahun 2025.