lintaskisah.net – Pemerintah sedang menyiapkan regulasi insentif untuk hunian vertikal seperti rumah susun (rusun) dan apartemen. Wakil Menteri Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP), Fahri Hamzah, menyampaikan bahwa aturan ini ditargetkan rampung dalam waktu dekat. Kebijakan ini diharapkan mendorong masyarakat untuk mulai beralih dari rumah tapak ke hunian vertikal di perkotaan.
“Baca Juga: Pelatih Jepang Soroti Kekurangan Usai Menang Besar atas Timnas”
Insentif Ditargetkan Selesai Bulan Ini
Menurut Fahri, aturan mengenai insentif hunian vertikal kini sedang dalam proses perumusan teknis. “Sedang berjalan aturan regulasi. Juknisnya (insentif) sedang disiapkan, mudah-mudahan (bulan ini),” ujarnya saat ditemui di Jakarta International Convention Center (JICC), Jakarta Selatan, Rabu (11/6). Ia menekankan bahwa percepatan regulasi ini menjadi langkah penting untuk menyesuaikan pola hunian di kota-kota besar. Fahri juga menambahkan bahwa pemerintah tengah berupaya menyusun skema insentif yang adil dan tepat sasaran, agar program ini bisa diakses oleh masyarakat kelas menengah dan bawah. Ia berharap insentif ini tidak hanya mendorong permintaan, tetapi juga meningkatkan minat pengembang membangun rusun berkualitas. Pemerintah menargetkan kebijakan ini dapat segera diterapkan guna mengatasi backlog perumahan yang tinggi di wilayah perkotaan.
Hunian Vertikal Jadi Solusi Masalah Perkotaan
Harga Hunian Vertikal Akan Disubsidi
Fahri menjelaskan bahwa melalui insentif ini, hunian vertikal akan mendapatkan subsidi lebih besar agar harganya menjadi lebih terjangkau. Sebaliknya, rumah tapak atau landed house diproyeksikan akan lebih mahal. Strategi ini dimaksudkan agar masyarakat secara bertahap mulai memilih tinggal di hunian vertikal. “Karena dia lebih mahal, orang pindah ke vertikal. Itulah masa depannya kota,” ungkap Fahri.
“Baca Juga: Nintendo Switch 2 Mulai Diretas”
Tapera Dukung Rencana Insentif Hunian Vertikal
Komisioner Badan Pengelola Tapera, Heru Pudyo Nugroho, menyatakan dukungan terhadap kebijakan insentif ini. Menurut Heru, angka backlog kepemilikan rumah memang dominan terjadi di wilayah perkotaan. “Tentu mendukung wacana ini, karena 9,9 juta angka backlog kepemilikan rumah itu 78 persen ada di perkotaan,” ujarnya. Berdasarkan data Susenas BPS 2023, angka backlog kepemilikan rumah mencapai 9,9 juta, sedangkan berdasarkan kelayakan huni mencapai 26,9 juta unit.