Lintas Kisah – Wakil Ketua DPR RI, Sufmi Dasco Ahmad, mengonfirmasi bahwa DPR akan mematuhi keputusan Mahkamah Konstitusi (MK). Apabila Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Perubahan Keempat atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 (RUU Pilkada) belum disahkan menjadi undang-undang hingga 27 Agustus 2024.
“Apabila undang-undang baru belum disahkan pada waktu pendaftaran pasangan calon kepala daerah dan wakil kepala daerah yang berlangsung pada 27-29 Agustus 2024, kami akan mengikuti keputusan terakhir dari MK,” ujar Dasco di kompleks parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (22/8/2024).
“Simak Juga: Peringatan Darurat Indonesia Viral di Medsos, Apa Artinya?”
Dasco menjelaskan bahwa DPR akan mengatur ulang agenda persetujuan pengesahan RUU Pilkada setelah Rapat Paripurna Ke-3 DPR RI Masa Persidangan I Tahun Sidang 2023-2024 ditunda karena tidak memenuhi kuorum. “Kami harus melakukan rapat pimpinan dan rapat badan musyawarah untuk menjadwalkan ulang persetujuan,” tambahnya.
Rapat Paripurna yang dijadwalkan pada Kamis pagi batal digelar. Ini dikarenakan hanya 176 anggota DPR yang hadir, terdiri dari 89 secara fisik dan 87 izin tidak hadir. Penjadwalan ulang diperlukan untuk memenuhi mekanisme DPR yang berlaku.
Pada Rabu (21/8/2024), Badan Legislasi DPR RI dan pemerintah sepakat untuk melanjutkan pembahasan RUU Pilkada pada rapat paripurna DPR yang akan datang. Terdapat dua materi krusial yang disepakati dalam Rapat Panja RUU Pilkada. Pertama, penyesuaian Pasal 7 UU Pilkada yang menetapkan syarat usia calon. Calon gubernur dan wakil gubernur harus berusia minimal 30 tahun. Sedangkan calon bupati dan wali kota minimal 25 tahun, terhitung sejak pelantikan pasangan terpilih.
Kedua, perubahan Pasal 40 yang mengakomodasi sebagian putusan MK mengenai ambang batas pencalonan. Partai nonparlemen harus memenuhi ambang batas baru. Sedangkan partai yang memiliki kursi di DPRD tetap mengikuti aturan lama, yaitu minimal 20 persen kursi DPRD atau 25 persen suara sah.
Ada tudingan bahwa revisi UU Pilkada dianggap membatalkan putusan MK. Namun, DPR RI dan pemerintah menegaskan mereka hanya menyesuaikan ketentuan dengan revisi yang sudah disepakati dalam Pembicaraan Tingkat I. Mereka menambahkan bahwa revisi ini dimaksudkan untuk mengakomodasi kebutuhan dan dinamika politik yang berkembang. Selain itu, untuk memastikan proses pilkada berjalan secara adil dan sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku. Dengan demikian, perubahan ini tidak bertujuan untuk mengabaikan keputusan MK, melainkan untuk memperbaiki dan menyempurnakan regulasi yang ada.
“Baca Juga: Kejagung Sita Vila Hendry Lie, Diduga Terkait Kasus Korupsi Timah”